Cobalah untuk mengetahui segalanya dari sesuatu dan sesuatu dari
segalanya.
_henry peter, Lord Brougham
Saya
masih kuliah semester satu saat
peristiwa memilukan itu terjadi. Di pagi yang cerah itu saya masih menjalani rutinitas seperti biasa. Sampai
sebuah pesan singkat dari teman lama masuk ke dalam inbox saya. Dia teman yang
sudah dua tahun lamanya terpisah dengan saya, namanya tari. Dulu semasa SMA
kami begitu dekat, hingga perpisahan sekolah memisahkan eratnya persahabatan
kami.
Dan
entah karna alasan apa, hari ini tari mengajakku jalan-jalan ke daerah pantai yang lokasinya tak begitu
jauh dari Rumahku.
Kebetulan
kalau dari Rumah tari,jika ingin ke pantai itu akan melewati daerah rumah saya.
Dan tari bilang, dia juga akan pergi bersama teman-temannya jadi keretanya
tidak cukup.
Seperti sebuah kebetulan, minggu pagi itu mama
dan papa saya sedang ada urusan di tempat rekan kerjanya. Mereka pergi naik
mobil dan saya tidak ikut. Saya melihat dua buah kereta terparkir di depan
rumah. Saya fikir saya bisa mengendarai salah satunya. Dan ikut bersama tari.
padahal,
selama ini mama saya tidak pernah memberi izin pada saya untuk pergi naik
kereta jauh-jauh. "kamu belum mahir" katanya.
Tapi kali ini saya ingin jalan-jalan dengan
teman lama saya, dan jika tidak pernah mencoba saya tidak akan melatih
kemampuan saya dalam mengendarai kereta lagi.
'baiklah'
sayapun mengiyakan ajakan tari.
Ketika
itu tari janji akan pergi jam 1. tapi sampai saat saya ketiduran, tari baru
menjemput bersama lima orang temannya sekitar jam 4.30. seperti layaknya
kebiasaan orang indonesia, tari ngaret.
Dan
sayapun pergi dengan Modal nekad, saya tidak bawa uang, selain untuk isi
bensin. Dan saya tidak meminta izin pada siapapun. Karna saya yakin jika
menghubungi mama. Sampai kapanpun saya tidak akan diizinkan membawa kereta.
Bahkan sampai hari ini, saat usia saya sudah kepala 2.
Sudah
sekitar 1tahun lebih saya tidak main ke pantai lagi, jalanannya sudah sedikit
berbeda. Di beberapa titik kondisi jalan nya kian membaik, tapi di titik-titik
yang lain jalan nya makin ancur dan berkelok.
Ketika
pergi saya membonceng tari, dan ketika itu tari mungkin menyadari saya tidak
begitu piawai membawa kereta dijalan yang berkelok. Hingga kami tukar joki.
Saya dibonceng sepupunya tari.
Dan
begitu sampai dipantai, saya menyadari satu hal. Salah satu temannya tari -yang
dari kelimanya hanya dia yang saya kenali- adalah seorang cowok yang bertahun
tahun lalu pernah meminta saya menjadi pacarnya. Well, kalau anak sekarang
bilang dia pernah Nembak saya.
Ketika
dulu dia nembak saya, saya diberitahu sepupunya yang juga teman saya. Bahwa
cowok itu sedang taruhan dengan teman-temannya
'taruhan untuk menjadi pacar saya' katanya. Entah bagaimana ceritanya, saya percaya pada teman saya. Dan saya yang masih
polos ketika itu saat tau sedang jadi taruhan, langsung menolak tembakannya
–tetap dengan kepolosan. Tapi sejak itu
dia membenci saya. Mungkin lebih tepatnya, tidak mau lagi mengenal saya.
Dan
hari ini kami pergi bersama ke pantai ini -pantai tirta namanya. Saya bersama
tari, dan tari bersama kelima orang temannya. Dan cowok itu, yang pernah nembak
saya. Dia bersama pacar barunya yang jauh lebih muda daripada saya.
(maaf
jika saya tidak menyebutkan namanya. Secara spesifik dia seorang cowok. Jadi
saya hanya sebut dia 'cowok').
Saat
itu tukang parkir menghampiri kami dan meminta uang parkir 5000 tiap kereta.
Well,
saya bawa uang hanya untuk kereta saya sendiri. Tapi cowok itu, meminta saya
membayar keretanya. Dan begitu saya bilang saya tidak bawa uang. Cowok itu
malah membayar kereta saya dan itu
disaksikan oleh pacarnya.
Gara-gara
kejadian di tempat parkir itu,saya jadi tidak enak dengan tari dan
teman-temannya. Well, saya merasa saya bukan siapa-siapa. Dan tidak ada alasan
kenapa saya harus datang bersama mereka. Ditambah uang parkir saya dibayarin
oleh cowok itu.
".."
Akhirnya
saya yang mati kutu lebih memilih
menikmati pemandangan pantai ini sendirian. Karna datang sudah terlalu sore. Saya tidak
berminat untuk mandi, saya duduk di atas batu tangga sendirian.
Dan
tari bersama kelima orang temannya, membasahi kaki dan celana di pinggir
pantai. Tak jauh dari saya.
Melihat
orang-orang yang berombongan dengan temannya di pantai ini, saling tertawa.
Mengingatkan saya pada hari terakhir ujian Nasional SMA. Ketika tradisi dari
tahun ke tahun yang dilarang sekolah itu kembali kami jadikan tradisi, demi
kenang-kenangan di akhir sekolah. Ya, waktu coret-coret baju seragam kami
datang ke pantai ini. Naik angkutan 36,
sambil melakoni kenakalan-kenakalan khas anak Sekolah.
Bukan
hanya kenangan sewaktu coret-coret. Saya juga ingat bagaimana seorang sahabat
memberikan ciumannya pada saya di pantai ini bertahun-tahun yang lalu. Jantung
saya masih berdesir ketika mengingat ciuman itu. Dari sahabat yang saya cintai,
hanya saja dia tidak pernah menyadarinya sampai kami tamat sekolah.
Saya
mencoba berjalan sendiri dengan sebuah earphone menggantung ditelinga. Sebotol
Minute Maid dan lagu BMTH menemani saya. Orang-orang menikmati pantai ini
bersama keluarga,sahabat dan juga pacarnya. Sedangkan saya menikmati pantai ini
sendirian, bersama kenangan -kenangan indah yang pernah terjadi ditempat ini
dulu. Dan sore ini saya kembali menggalinya, menumpukkan lagi satu persatu
kenangan diiringi sisa-sisa rinduku pada
mereka.
Saya
menyukai kesendirian ini.
|
tirta |