Semuanya Terjadi tadi malam. Kejadian yang singkat dan Cepat.
Aku tidak menyangka jika mulutku sanggup mengatakan hal semacam itu padanya.
'Perpisahan ?'
Aku memeluknya dari belakang, saat posisi kedua tangannya sedang memegang stang Revo Hijaunya.
'Kau tau, Pelukan ini yang membuatku selalu betah didekatmu. Pelukan yang selalu mengundang tanya. Benarkah kau adalah Kekasihku ? atau mungkinkah kau orang itu. Orang yang kucintai dengan begitu sempurnanya ?'
Jari-jarimu yang besar, 2 kali lipat ukuran jariku, akhirnya menyambut satu tangan kiriku.
Kau menggenggamnya dengan hangat. Bisa kurasakan setiap detak halus nadi tanganmu.
Dan kini kau mengendalikan Revo hijau itu hanya dengan satu Tangan Kanan.
Masih dengan satu usaha kecil, kugapai pipimu dan menciumnya beberapa kali.
Kau Hanya tersenyum, dan tanpa expresi lain yang bisa kubaca.
'Apakah kau marah, atau kecewa, atau bahagia, atau Muak denganku?'
'Arti kata yang baru saja kukatakan padamu itu. Apakah kau mengerti maksud ego-ku?'
---
2 Hari yang lalu, dengan sengaja aku bermain senjata Baru. Ini Mirip dengan Bumerang.
Ya, sesuatu yang akan menyerang kembali padamu, sejauh dan sepandai apapun kau melemparnya.
Hanya saja, bumerang yang kumainkan ini lebih -kepada- menyerang Perasaan manusia.
DIA. Aku mencintainya. Aku jatuh Cinta padanya, sejak sang hujan pertama kali menjadi saksi Kebersamaan kami.
Tapi aku tak tau, Kapan tepatnya dia Jatuh Cinta Padaku.
Dia hanya seperti itu. Berbicara hal-hal aneh, Menasehatiku seperti orang tua, terkadang membuatku menunggu terlalu lama.
Tapi jika kuhitung, ada lebih dari Puluhan kali dia mengatakan "Serius ingin menikah denganku"
Ya. Menikahlah denganku. Jika itu Bisa membuatmu hidup lebih lama.
Aku selalu tersenyum menanggapi. Karna kau lupa bertanya, Apakah aku ingin menikahimu juga ?
Jangan jadi omong Kosong, Jika hanya kamu yang ingin menikah tapi aku tidak.
Perasaanku hanya seperti ini. Rasanya sulit berkembang.
Dia tumbuh dan seakan sering kehilangan cara untuk terus membesar. Hanya hidup dalam bentuk yang kerdil.
POHON PERASAAN YANG KERDIL. Seperti itu !
Bukannya aku tak mau memberi pupuk agar pohon itu tumbuh dewasa dan berbuah.Tapi Keadaan Menghalanginya.
Aku Tak ingin mendengar kata-kata hinaan dari orang tuaku.
Ayah dan Ibuku mungkin akan mengujimu dengan keras agar kau bisa bersamaku.
Aku anak tersayang yang tak mungkin diserahkan dengan mudahnya pada seorang sepertimu.
Mereka akan mengujimu, dan aku tak ingin kau melewati itu. Kau tau !
Lagipula aku belum 100% Mempercayaimu.
---
Kembali pada Bumerang Perasaan.
Saat itu, Aku menghubungimu dengan Nomor baruku. Kau bertanya dengan sopan ini siapa ?
Aku tak berniat mengerjaimu, semuanya berjalan begitu saja.
Aku pura-pura berkenalan denganmu sebagai sosok wanita Baru.
Aku penasaran dengan Kesetiaanmu.
Dan ternyata seperti itu. Kau Bilang, kau tak punya pacar. Dan kau tak memikirkan bagaimana aku.
Aku mengajakmu bertemu, dan dengan antusias kau Meng-iyakan pertemuan itu.
Kau tak tau Wanita di sms itu adalah aku. Dan Kau Telah Membohongiku.
Jika saja wanita itu bukan aku, Mungkin kalian telah PDKT dan jalan bersama.
Kau Pasti merasa Muak menghadapi Ke Egoisan ku. dan Juga Orang tuaku.
Entahlah.
Ini, seperti yang Kau Katakan. Aku telah melemparkan Bumerang Padamu, dan akhirnya Bumerang itu kembali
Menyakiti diriku sendiri.
Ah, Betapa Bodohnya Kekasihmu ini.
---
Dan tadi malam hanya itu yang kubayangkan.
Perasaan Sakit Hatiku ketika tidak kau akui.
Ditambah bayangan, tentang Bagaimana Lebaynya Reaksi ayah jika dia tau kita ingin Bersama ?
Kasih, Jawablah satu pertanyaan ini. Sesuatu yang selalu mengganjal di hatiku selama belasan tahun.
"Mengapa tidak pernah ada sosok yang membuat ayahku setuju jika aku bersamanya ?"
"Mengapa di Mata Ibu aku tak pernah dewasa bahkan sampai usiaku 22Tahun"
Adakah yang mengerti betapa memuakkannya ini. Aku tak pernah menemukan Kebahagiaanku sendiri.
Jalan hidup yang kupilih begitu melelahkan karna harus ditentang -selalu- oleh Ayah Ibu.
Aku Tau mereka menyayangiku, aku tau mereka menginginkan segala yang terbaik untuk hidupku.
Tapi sampai kapan aku harus berada di bawah kendali Ayah dan Ibu.
Usiaku sudah 22tahun, dan tak pernah dibebaskan untuk memilih, Bahkan memilih Jodohku sendiri.
Sadarkah Kalian, aku Sangat Egois dan Keras Kepala.
Jika sampai aku tua, dan aku tidak menikah juga. Jangan Tanyakan Kenapa.
Terkadang.
Aku ingin menyerahkan semuanya kepada Takdir Tuhan. Maksudku, Soal Bagaimana Jodohku Kelak.
Tapi apakah Tuhan akan menurunkan Jodohku dari langit, jika aku tidak berusaha sendiri.
Ah. Sudah !
Aku tak seharusnya menyalahkan Orang Lain.
Di sini satu-satunya yang Salah adalah diriku sendiri.
Jika
Malaikat tanpa Sayap itu kembali menghampiriku.
Tolong biarkan saja aku Merangkak kembali ke Jalan itu.
Hidupku adalah Jalan pilihanku.
Apapun Resikonya Nanti. Itu Sesuatu yang akan Kutanggung sendiri.
Jadi, Biarkanlah.