Featured Post

Sakit

June 16, 2014

Insiden tak terlupakan (1)


Cobalah untuk mengetahui segalanya dari sesuatu dan sesuatu dari segalanya.
_henry peter, Lord Brougham

Saya masih kuliah semester  satu saat peristiwa memilukan itu terjadi. Di pagi yang cerah itu saya masih  menjalani rutinitas seperti biasa. Sampai sebuah pesan singkat dari teman lama masuk ke dalam inbox saya. Dia teman yang sudah dua tahun lamanya terpisah dengan saya, namanya tari. Dulu semasa SMA kami begitu dekat, hingga perpisahan sekolah memisahkan eratnya persahabatan kami.

Dan entah karna alasan apa, hari ini tari mengajakku jalan-jalan  ke daerah pantai yang lokasinya tak begitu jauh dari Rumahku.
Kebetulan kalau dari Rumah tari,jika ingin ke pantai itu akan melewati daerah rumah saya. Dan tari bilang, dia juga akan pergi bersama teman-temannya jadi keretanya tidak cukup.
 Seperti sebuah kebetulan, minggu pagi itu mama dan papa saya sedang ada urusan di tempat rekan kerjanya. Mereka pergi naik mobil dan saya tidak ikut. Saya melihat dua buah kereta terparkir di depan rumah. Saya fikir saya bisa mengendarai salah satunya. Dan ikut bersama tari.

padahal, selama ini mama saya tidak pernah memberi izin pada saya untuk pergi naik kereta jauh-jauh. "kamu belum mahir" katanya.
 Tapi kali ini saya ingin jalan-jalan dengan teman lama saya, dan jika tidak pernah mencoba saya tidak akan melatih kemampuan saya dalam mengendarai kereta lagi.

'baiklah' sayapun mengiyakan ajakan tari.
Ketika itu tari janji akan pergi jam 1. tapi sampai saat saya ketiduran, tari baru menjemput bersama lima orang temannya sekitar jam 4.30. seperti layaknya kebiasaan orang indonesia, tari ngaret.

Dan sayapun pergi dengan Modal nekad, saya tidak bawa uang, selain untuk isi bensin. Dan saya tidak meminta izin pada siapapun. Karna saya yakin jika menghubungi mama. Sampai kapanpun saya tidak akan diizinkan membawa kereta. Bahkan sampai hari ini, saat usia saya sudah kepala 2.

Sudah sekitar 1tahun lebih saya tidak main ke pantai lagi, jalanannya sudah sedikit berbeda. Di beberapa titik kondisi jalan nya kian membaik, tapi di titik-titik yang lain jalan nya makin ancur dan berkelok.
Ketika pergi saya membonceng tari, dan ketika itu tari mungkin menyadari saya tidak begitu piawai membawa kereta dijalan yang berkelok. Hingga kami tukar joki. Saya dibonceng sepupunya tari.

Dan begitu sampai dipantai, saya menyadari satu hal. Salah satu temannya tari -yang dari kelimanya hanya dia yang saya kenali- adalah seorang cowok yang bertahun tahun lalu pernah meminta saya menjadi pacarnya. Well, kalau anak sekarang bilang dia pernah Nembak saya.

Ketika dulu dia nembak saya, saya diberitahu sepupunya yang juga teman saya. Bahwa cowok itu sedang taruhan dengan teman-temannya  'taruhan untuk menjadi pacar saya' katanya. Entah bagaimana ceritanya, saya  percaya pada teman saya. Dan saya yang masih polos ketika itu saat tau sedang jadi taruhan, langsung menolak tembakannya –tetap dengan kepolosan.  Tapi sejak itu dia membenci saya. Mungkin lebih tepatnya, tidak mau lagi mengenal saya.
Dan hari ini kami pergi bersama ke pantai ini -pantai tirta namanya. Saya bersama tari, dan tari bersama kelima orang temannya. Dan cowok itu, yang pernah nembak saya. Dia bersama pacar barunya yang jauh lebih muda daripada saya.
(maaf jika saya tidak menyebutkan namanya. Secara spesifik dia seorang cowok. Jadi saya hanya sebut dia 'cowok').

Saat itu tukang parkir menghampiri kami dan meminta uang parkir 5000 tiap kereta.
Well, saya bawa uang hanya untuk kereta saya sendiri. Tapi cowok itu, meminta saya membayar keretanya. Dan begitu saya bilang saya tidak bawa uang. Cowok itu malah membayar kereta saya  dan itu disaksikan oleh pacarnya.

Gara-gara kejadian di tempat parkir itu,saya jadi tidak enak dengan tari dan teman-temannya. Well, saya merasa saya bukan siapa-siapa. Dan tidak ada alasan kenapa saya harus datang bersama mereka. Ditambah uang parkir saya dibayarin oleh cowok itu.

".."
Akhirnya saya yang mati kutu lebih memilih  menikmati pemandangan pantai ini sendirian.  Karna datang sudah terlalu sore. Saya tidak berminat untuk mandi, saya duduk di atas batu tangga sendirian.
Dan tari bersama kelima orang temannya, membasahi kaki dan celana di pinggir pantai. Tak jauh dari saya.

Melihat orang-orang yang berombongan dengan temannya di pantai ini, saling tertawa. Mengingatkan saya pada hari terakhir ujian Nasional SMA. Ketika tradisi dari tahun ke tahun yang dilarang sekolah itu kembali kami jadikan tradisi, demi kenang-kenangan di akhir sekolah. Ya, waktu coret-coret baju seragam kami datang ke pantai ini.  Naik angkutan 36, sambil melakoni kenakalan-kenakalan khas anak Sekolah.

Bukan hanya kenangan sewaktu coret-coret. Saya juga ingat bagaimana seorang sahabat memberikan ciumannya pada saya di pantai ini bertahun-tahun yang lalu. Jantung saya masih berdesir ketika mengingat ciuman itu. Dari sahabat yang saya cintai, hanya saja dia tidak pernah menyadarinya sampai kami tamat sekolah.

Saya mencoba berjalan sendiri dengan sebuah earphone menggantung ditelinga. Sebotol Minute Maid dan lagu BMTH menemani saya. Orang-orang menikmati pantai ini bersama keluarga,sahabat dan juga pacarnya. Sedangkan saya menikmati pantai ini sendirian, bersama kenangan -kenangan indah yang pernah terjadi ditempat ini dulu. Dan sore ini saya kembali menggalinya, menumpukkan lagi satu persatu kenangan diiringi  sisa-sisa rinduku pada mereka.

Saya menyukai kesendirian ini.
tirta