Featured Post

Come and Go

September 30, 2023

Ibuku Ditipu Dukun

 Rambutnya pirang tak terawat, kulitnya hitam, bobotnya kurus dan pakaiannya tidak sopan.

Begitulah kesan pertamaku saat melihat perempuan itu.

Namanya Leni. Tak banyak yang kutau soal dia, tapi dia menipu ibuku.

Leni, bersama sekutunya mengaku bisa menggandakan uang, menarik harta dari dunia Gaib.

Naifnya, ibuku yang lugu percaya padanya.


Tak ada jaminan lulusan perguruan tinggi menjadi manusia yang cerdas.

karna nyatanya ibuku yang lulusan S2 sarjana pendidikan, dan kakakku yang S1 sarjana ekonomi, percaya pada dukun.

Sudah sejak agustus 2022 sampai hari ini, dukun itu memberikan syarat-syarat tak masuk akal demi uang gaib.

Tapi hasilnya Nol, Nihil, Kosong.


Aku tak bisa mengatakan lebih detailnya, karna aku sama sekali tak terlibat disana.

Tapi dari yang kusaksikan sendiri, dukun itu meminta sejumlah uang untuk syarat. 

Membeli daging hewan-hewan tertentu, memasak makanan tertentu, belanja bunga dan obat-obatan aneh, sampai mengamalkan amalan tak berdalil.

Ibu dan kakakku menuruti itu, membaca yasin sampai 1000x. Puasa mutih, dan berikir kalimatullah.

Secara kasat mata, itu baik dan beramal pada Allah.

Tapi mengingat tujuan mereka melakukan itu demi mendapat uang gaib, aku fikir udah salah kaprah.

Pengetahuan agamaku juga tak dalam. Apakah yang seperti itu termasuk syirik. We Never Know.


Bukankah, percaya dan meminta pada selain Allah adalah syirik.

Tapi dengan cara mereka yang rajin sholat dan berikir, dengan tujuan tertentu, apakah benar atau salahkah ?

Kembali pada niat.

Niat di hati mereka yang beribadah, adalah antara mereka dan ALLAH. karna itu bukan ranahku menghakimi.


Yang terbaik yang bisa kulakukan adalah mendoakan mereka (ibu dan kakakku) agar tidak berjalan semakin jauh menuju kemusrikan.

Dan posisiku sekarang sama seperti papa, tinggal jauh dari mereka. Menghindar dan menepi agar terkena dampak dari apa yang mereka lakukan.



Aku jadi teringat teman sekolahku dulu namanya fika.

Nada bicaranya Gemetar, di kelas termasuk yang tidak cerdas.

Dia hanya unggul di pelajaran menggambar dan kesenian.

Jika ada lomba 'menghayal' fika pasti juara 1, karna imajinasinya yang terlalu jauh menembus cakrawala.

Melihat leni, mengingatkanku pada fika.

Gaya bicaranya gemetar dan bahasa tubuhnya tidak sopan.

Ketika makan dia sangat rakus seperti orang kelaparan, tapi badannya sangat kurus seperti orang yang tidak doyan makan.

Mungkin, imajinasi leni menembus jauh kedalam dunia gaib, hingga berfikir bisa menipu ibuku dengan memeras hartanya.


Aku tidak suka leni. Dia membuat ibuku jadi seperti orang hampir gila.

Semua waktu dan uangnya sudah habis dikorbankan untuk memenuhi persyaratan leni.

Sampai kabar terakhir, seluruh kampung tau banyaknya hutang ibu dan ibu sudah tak punya apa-apa untuk membayar hutang itu.

Ibu masih mengharapkan uang gaib dari leni.

Dia sudah habis-habisan, jika berhenti sekarang ibu takut akan sia-sia.

Tapi jika dilanjutkan, kehancuran pasti akan datang cepat atau lambat.


Aku selalu berfikir logis di tahun 2023 ini, mana mungkin ada uang gaib.

atau harta gaib.

Jikapun leni punya kemampuan mengambil uang gaib itu dari dunia lain, kenapa tidak lakukan ritual itu sendiri.

dan nikmati harta itu sendiri.

Kenapa harus dengan mendekati ibuku dan mengatakan hal-hal tidak masuk akal untuk memeras uang ibuku.

Ibuku yang Lugu, dan juga baik. 

dunia ini terlalu tak seimbang untuknya. ibu masih saja berfkir, jika semua orang itu baik dan tak memanfaatkannya.


Lalu aku sebagai anak, aku tak pernah bicara serius soal ini pada ibu.

Selama ini aku hanya terkesan mendiamkan.

Karna aku tau, bicara dengan ibu adalah sia-sia.

Papaku saja tidak pernah diacuhkan kata-katanya.

Pemimpin tertinggi dalam rumah tangga saja ditentangnya demi leni.

Sampai papa menyerah dan pergi.


Aku yang anaknya, yang bukan kebanggannya ini 'apalah daya'.

Berhadapan dengan ibu adalah hal yang sesulit itu. Aku menghargai perasaannya sampai mengatakan fakta soal leni, akupun masih berfikir.

Ya, Siapa yang memahami perasaanku, pasti juga kesulitan menjabarkannya.


Terkadang, aku masih bicara sedikit.

Ibu langsung menyalak dan bicara panjang lebar lebih banyak.

Bicara kemana-mana dan tidak nyambung.


Lagipula sudah sejak sangat lama, kalau bicara ibu tak pernah memikirkan perasaanku.

Karna itu aku tak suka bicara pada ibu.


Aku lebih suka keadaan seperti sekarang ini.

Tinggal jauh dari ibu, merawat suami dan anakku dengan sebaik yang kubisa.

Tidak terlibat dalam persoalan apapun di rumah ibu.

Karna pada dasarnya setiap persoalan yang muncul, bukan disebabkan oleh ulahku.


Adikku yang dikejar deptkolektor karna hutang kereta dan pernikahanhya, itu adalah tanggung jawab adikku.

Kakakku yang bertengkar soal harta dengan suaminya, itu juga persoalan kakakku.

Dan ibu yang berhutang kemana-mana demi leni. Itu bahkan aku tak mau bertanggung jawab sedikitpun, karna aku pure tak tau apa-apa.


Terkadang ibu menelfonku, tapi aku sengaja tak menjawab.

Aku bahkan menghilangkan kontak dengan kakak dan adikku, karna aku tak suka mereka.

Aku terlihat bodoh dan lemah di mata mereka.

Aku juga tak bisa bicara banyak ini dan itu dengan mereka karna itu pasti sia-sia.

Lebih baik aku menulis di catatan ini, walau tak di dengar, tapi setidaknya aku lebih lega.


Dan catatan ini juga akan menjadi bukti jika di masa depan terjadi sesuatu yang tidak kuinginkan.

Dan jika hal-hal buruk merugikanku, aku juga bisa menunjukkan catatan ini pada orang yang tepat.