Ayah dan Ibuku tidak pernah bertengkar hebat.
Selama menjadi anak mereka dan tinggal serumah, satu-satunya pertengkaran 'ribut' yang kuingat adalah ketika ibu ingin memotong rambut ayah, tapi tidak sesuai.
itupun kejadiannya saat aku masih SD kelas 2.
Lalu, seingatku ibu selalu merepet dan ngomel dirumah, pekerjaan rumah seperti mencuci dan beberes, nyaris gak pernah dilakukan ibuku.
Bahkan kala itu, rumah kami terkenal sebagai "Kapal Pecah" karna berantakannya itu.
Tak jarang kalau mau berangkat sekolah, aku mengambil baju sekolah langsung dari jemuran dan memakainya.
Ya, seperti itulah nyatanya masa kecilku -tanpa mengurangi atau menambahi-. Dan bukan bermaksud membuka aib.
Seingatku juga ayahku selalu mengalah dan menghindari pertengkaran. Karna itu rumah tangga ayah ibuku selalu harmonis tanpa kebisingan yang berarti.
Tapi seiring beranjaknya aku Dewasa, aku menyadari satu hal. Sebenarnya dari cara ayah yang selalu melakukan "penghindaran" ketika sebuah konflik muncul, adalah sesuatu yang amat sangat salah.
Karna pada akhirnya ayah dan ibuku tidak pernah menyelesaikan masalah mereka sampai tuntas.
Masalah dan problem rumah tangga mereka, jadi mengambang -menggantung- tanpa solusi dan penyelesaian.
Semuanya dianggap remeh, tak ada dan sepele. Hingga akhirnya Pecahlah itu di masa sekarang.
Masalah yang muncul dari sesuatu yang tak dituntaskan di masa lalu -seperti bangkai yang mulai tercium busuknya- akhirnya menjadi masalah di masa sekarang.
Satu persatu, sedikit demi sedikit, semuanya "naik".
Aku yang tak terlibatpun akhirnya ikut terkena dampak.
Aku ingin marah dan ngamuk, tapi aku tak punya porsi untuk itu karna posisiku hanya seorang anak.
Yang aku bisa lakukan adalah, Pergi dan mendoakan mereka bisa menyelesaikan sampai tuntas semua 'masalah' itu.
==
Lalu akupun menilik pada keluargaku yang baru.
Suami dan anakku, adalah keluarga kecilku yang seutuhnya sampai masa yang akan datang.
Tak seperti ayah ibuku yang tak pernah bertengkar ribut.
Dalam seminggu suamiku -dan aku- selalu saja ada yang diributkan.
Terkadang tidak sampai ribut hebat, tapi sebuah ribut yang bisa membuatku menangis.
Tapi bedanya, Suamiku selalu mencari solusi dan menuntaskan setiap masalah yang ada.
Meskipun perasaanku tak bisa selalu tuntas begitu saja.
Setidaknya selalu ada angin dingin setiap kali api itu padam.
Aku memang full jadi "pembantu" di rumah, pagi-siang-malam.
Tapi dibanding harus mengeluh, membuat tengkuk leherku kaku. Aku lebih memilih mensyukuri semua yang ada sekarang.
Dan aku tak mungkin lagi membuat Drama-drama-drama seperti seorang anak remaja baru dewasa.
Hanya butuh memahami Hakikat dari Ikatan pernikahan.
Yang butuh kupelajari setiap hari,setiap detik.
p e a c e |