Haii..
Hari ini ada berita Duka yang
terjadi “masih” seperti mimpi. Saat mama tidak pulang kerumah, dan membiarkanku
tidur berdua dengan putriku. Dan ketika pintu rumah diketuk wak Budi jam
setengah 2 pagi.
Innalillahi wa inna ilaihi
rojiun.. Segala milikNya akan kembali padaNya.
Satu-satunya Nenek yang kupunya telah dipanggil oleh yang Kuasa jam 1 dinihari
tadi.
Ingin rasanya menangis keras, tapi ketabahan hati ini telah kurengkuh demi putri
kecilku. Aku tak ingin energi yang ada habis untuk menangis. Kujaga perasaanku
agar tidak Stress.
Subuh menjelang pagi, aku dan
suamiku datang kerumah mbah. Rumah yang biasanya kumasuki setiap hari karna
beraktifitas di sana. Rumah yang di dalamnya selalu ada sosok mbah dan suaranya
yang takkan terganti. Yang disetiap sudut ruangannya mengandung ‘Mbah’.
Aku menatap mbah tak begitu
lama-lama, karna putri kecilku sedang kutinggalkan
dirumah. Kupeluk tubuh mbah yang masih terlihat seperti tertidur, raut wajahnya
putih pucat, tak lagi terlihat rona ‘beban’ di wajahnya.
Aku ingat saat masih Gadis aku tidur disamping mbah menemaninya.
Terkadang ia minta dipijit, mengeluhkan rasa sakit di tubuhnya. Menceritakan
pengalaman hidup yang ia bisa bagikan padaku. Atau hanya sekedar membahas
masalah kecil ‘besok mau masak apa?’
Nanti, seiring waktu, akan
semakin banyak kenangan bersama Mbah yang terlintas difikiranku.
Aku akan semakin rindu, dan sayang sama Mbah. Dan satu-satunya cara untukku
berkomunikasi dengan mbah, saat ini adalah dengan DOA.
Sepeninggalnya mbah, Tidak ada
pertanda dan firasat apapun yang kurasakan.
Tapi kedatangannya ke Rumah di
pagi hari –tadi-, masih terngiang jelas di ingatanku.
Aku bahkan gak mengajak mbah bicara sepatah katapun.
Aku bahkan tidak menatap wajah mbah yang tengah duduk di ujung tempat tidur
mama.
(kelak, ini akan kusesali di kemudian hari, karna ini adalah hari terakhir aku
bisa bertemu mbah semasa hidupnya)
Aku ingat kata-katanya, saat
bilang ‘Ndi raine ra ketok’ sambil mendekatkan wajahnya ke wajah anakku.
Dan kalau tak salah ingat, mbah sempat menggendong putri kecilku sebelum mama memandikannya.
Ya Allah, kehadiran mbah
dirumahku pagi itu, seolah ucapan selamat tinggal secara tidak langsung.
Ingatanku melayang soal anak-anak mbah yang selalu bikin mbah susah dan
kepikiran. Pembicaraan singkat itu terlontar juga bersama mama.
Kufikir, mama satu-satunya anak yang sudah bisa menyenangkan mbah walau tak
sepenuhnya.
Nenek Jumiah
Semoga mamaku tabah dan sabar
menerima kenyataan kini kedua orang tuanya Telah pergi ke Rahmatullah.
Ya, Aku sendiri sudah Ikhlas,
karna ini sudah takdir Allah.
Semua yang terjadi tak ayal adalah jalan terbaik . Sudah cukup bagi Mbah
merasakan sakit, dan beban pikiran yang diakibatkan oleh anak-anaknya.
Semoga Amal Ibadah mbah
diterima oleh Allah, diampuni segala dosanya dan ditempatkan di tempat terbaik
disisinya. Amin
--
Sewaktu di rumah, kakak tertua
papa dan karib-karibnya suamiku datang.
Wak uwas memberiku banyak
pesan penting untukku sebagai Ibu. Menyadarkanku bahwa Asi adalah yang terbaik.
Dan mulai hari ini aku harus semangat memberikan asiku pada bayiku.
Dan juga hari ini adalah hari
pertama aku memandikan anakku. Dia tidak menangis sedikitpun, membuatku merasa
lega.
Suamiku tak banyak membantuku
mengurus Baby. Tapi kehadirannya disisiku rasanya sudah lebih dari cukup. Karna
aku mencintainya, dan biar bagaimanapun aku Membutuhkannya.