Featured Post

Sakit

March 19, 2021

Cerita Pertengkaran


Aku mencintaimu Suamiku, Syafridun Rambe.  Setiap kau tertidur aku selalu suka berada di sampingmu, memeluk punggungmu yang hangat, membelai rambutmu yang lebat, atau hanya sekedar menatap wajah manismu untuk kucium pipinya.
Setiap kali menatapmu yang sedang terlelap, hatiku berkata-kata, “Aku akan menjagamu semampu yang aku bisa. Aku akan melindungi dan membelamu dari semua orang disekitarku, karna aku yang telah membawamu masuk ke dalam hidupku.”
Hanya itu, Tapi untuk saat ini bisakah kau bersabar beberapa bulan.
Anakku, dia menangis dan terus saja menangis sejak pagi sampai jam 3 sore. Dia tak mau tertidur nyenyak, dan susah tenang.
Dia baru bisa tenang setelah mamaku pulang dan memandikannya.
Aku tak tau ada apa gerangan.
Tapi seolah pertanda, bayi suci ini mungkin tau jika ibu dan ayahnya  akan bertengkar sore ini.
Aku lelah, dan semuanya bermula saat aku minta tolong padanya mencuci popok bayi kami.
Dia memintaku memijak pingganggnya karna pegal, sesekali aku ingin melawan dan membalas, karna dia juga tak pernah mau jika aku minta tolong untuk memijat badanku yang kelelahan sehabis melahirkan.
Tapi ternyata –lagi dan lagi- suamiku melontarkan kata-kata yang sungguh menyakiti hatiku.
“benci kali aku nengoknya” dengan nadanya yang merendahkanku.
Aku terbayang betapa sering suamiku menghinaku dengan kata-katanya yang tak terdidik.
Apakah dia tak pernah belajar bagaimana tutur kataku padanya.
Akupun menangis dan masuk kamar mandi. Ingin kucuci popok itu sendirian, sebelum akhirnya suamiku memaksa masuk kamar mandi  dan membuatku berteriak spontan.
Aku takut dan aku trauma, karna dia begitu ingin menagajakku berhubungan badan beberapa hari ini, dia tak memahami keadaanku yang baru saja melahirkan dan masih mengeluarkan darah nifas.
Akupun marah dan membuatku tak bisa lagi menahan diri, tapi suamiku malah berbalik marah dan mengancam akan pergi.
Aku berteriak sekencang yang aku bisa, amarahku memuncak, dan aku tak peduli lagi bahwa aku mencintainya. Bagiku, sikapnya hari ini sudah membuatku kehilangan kesabaranku.
Aku memupuk sedikit demi sedikit kekesalanku padanya, dan hari inilah puncaknya, aku menyuruhnya pergi dengan berteriak dan aku tak peduli jika dia benar-benar pergi. Saat aku berteriak, ibuku masuk dan menenangkanku, seperti seorang malaikat, aku langsung luluh saat mama memeluk dan menempelkan wajahku di lehernya. Aku benar-benar masih diperlakukan seperti putri kecilnya yang dulu.

Dia sungguh tidak pengertian, membiarkan aku menjaga putri kecil ini sendirian, di saat aku butuh support dari seorang suami, dia hanya peduli pada dirinya sendiri yang selalu kecapek’an karna pekerjaannya.
Seolah gajinya yang seuprit itu mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Aku tidak begitu peduli pada nominal uang yang dia berikan, dia sudah bertanggung jawab itupun cukup.
Tapi aku kesal juga pada diriku, karna tak bisa melayaninya seperti kemarin setelah aku melahirkan putri kecil kami.
kepergiannya setiap pagi tanpa pernah kubuatkan sarapan, atau hanya sekedar teh manis. Makan siangnya yang selalu beli karna tak pernah kubuatkan bekal, dan makanannya sehari-hari yang tak terurus karna akupun kesulitan mengurus makanku sendiri. Beruntungnya mamaku yang hebat mau memenuhi kebutuhan makan kami secara ajaib.
Akupun Mandi,  membersihkan diriku cepat2 sambil mencuci semua baju dan popok anakku.
Berharap aku dan suamiku bisa bicara baik-baik setelah aku Mandi.  Aku bahkan sudah menyusun kata-kata.
Dan lalu, kulihat dia terduduk seperti anak kecil yang baru saja kena hukuman di balik lemari.
Wajahnya disembunyikan dibalik lengannya.
Aku ingin sekali bicara, tapi dia tak memulai pembicaraan sedikitpun. Dan aku tak ingin membujuknya seperti biasa.
Karna aku lelah, dan dia juga tak pernah membujukku dengan gigih. Aku takut jika kami berbaikan saat itu, dia akan mengajakku berhubungan badan lagi.
Kulihat dia sudah menyusun dan memilih semua pakaiannya di tempat tidur. Lucunya, baju adik dan ayahku, lalu baju-baju yang didapatnya saat sudah bersamaku diambilnya juga.  Diadakannya baju itu ke dalam goni dan aku hanya menanggapi itu sebagai hal bodoh dan tidak dewasa. 
Tingkahmu, benar-benar membuatku terdiam membisu.
Jika benar-benar ingin pergi kenapa tidak bawa baju yang benar-benar milikmu saja. Terlihat sekali dia ingin dibujuk atau ditanyai, ingin pergi kemana. But, I don’t care.
Dia mencari Hp Samsungnya, menanyakannya padaku, tapi aku diam saja.
Tapi dia membawa kunci kiosku.
Apakah dia mau pergi ke kios ?
Ya Tuhan, mau pergi kemana suamiku itu ?
Siapakah yang kekanakan di sini, aku atau suamiku ?
Apakah dia fikir bisa semudah itu pergi dari hidupku.
Jika memang sesuai kata-katanya, -apabila sudah pergi dari hidup seseorang tak kan mau kembali lagi- ayo saja kita lihat apakah kau takkan kembali lagi padaku.
Jika iya, berarti Cintamu hanya segitu.
Dan aku juga kan pernah bilang, jika kau pergi maka aku takkan mencarimu lagi.