Toxic itu judul yang udah lama mau ku ketik disini, tapi baru kesampaian sekarang.
Aku sedang membenahi hidupku, hariku, tujuanku.
meskipun entah kenapa, perutku selalu lapar, dan mulutku selalu berselera menelan apapun akhir-akhir ini.
Uang di kantongku tinggal tiga ribu rupiah. Beras yang tersisa mungkin cukup untuk 2 hari lagi, susu anakku juga sudah pasti akan habis tak lama lagi. Tak ingin dipikirkan, hanya ingin pasrah saja. Meski nyatanya nunggu gajian suami seminggu lagi.
Aku coba pilah siapakah yang bisa membantuku di saat seperti ini ? adakah ?
Di kontak Hp-ku tak ada siapapun yang sepertinya bisa membantu. Mungkin hanya bg Firman, ex Friend ketika berkesempatan bekerja di mercy. Itupun tak boleh berharap dipinjamkan uang tanpa bunga.
So, saudara ? Haha
Dari pihak suami, apalah daya, mereka juga susah, malah bisa jadi lebih susah daripada kami.
Kalau saudara dari pihakku, yang sudah jelas-jelas tak begitu susah, bisajadi mereka bisa bantu. Tapi aku tak mau dipandang hina.
Terkhusus, dihina sama ibu kandung sendiri soal suami tak bisa cari uang, dan soal anak yang tak diurus dengan baik.
Ah,, enough, is enough.
mama berantakan luar biasa, yang sudah pasti takkan mampu membenahi hidupku.
Aku bahkan tak suka lagi berkunjung ke rumah mama, yang dulunya adalah rumah paling nyaman dan kusukai.
Karna setiap kali pulang membawa putri kecilku, mama selalu bilang, anakku kurus, tak dikasih makan, kurang asupan, tak kasihan, bla,bla,bla.
CUKUP !
Anakku yang cantik dan pintar ini entah kenapa mama bandingkan sama anak kakakku yang Cuma menang ‘gendut’itu.
Berkata seolah mama yang kasih uang untuk membiayai hidup. Tapi sebagai seorang ibu –yang masih baru- itu cukup melukai perasaanku.
Rasanya kalau bukan karna barang-barang milikku yang tertinggal dirumah, aku tak sudi lagi datang kesana.
seperti rasa kecewa yang tak ada obatnya. Mulai dari tempat berteduh, para saudara, tetangga, dan kenyamanan hidup. Aku fikir, Jatikesuma Namorambe adalah sebuah Jalan dan Tempat yang Layak untuk ditinggalkan. Kalau perlu SELAMANYA.
Kembali sama Toxic a.k.a Racun.
Sekelilingku, semuanya Toxic.
Keluargaku adalah Toxic.
Papa yang sekarang sudah kehilangan wibawa, serta tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Everything, dikendalikan sama Mama, yang berantakan luar biasa, tapi selalu ‘sok pahlahan’mengatasi semua kesulitan orang lain.
Adek cowok, yang menempel seperti parasit pada orang tua, yang dari hari ini saja sudah terpantau masa depannya -yang tak akan jadi apa-apa tanpa mama-.
ditambah satu sosok lagi sumber masalah, si paman pengguna narkoba, yang kian hari hidupnya kian memprihatinkan. Yang takkan bisa bertahan hidup tanpa menyusahkan orang-orang disekelilingnya.
Ya.. itulah kenyataan.
Bukan menjelek-jelekkan, hanya bicara fakta dan ungkapan kegondokan isi dada.
Atas dasar itulah, akhirnya aku ikut sama suamiku. Meskipun suami juga sumber Toxic. Setidaknya hanya ada satu toxic yang kuhadapi setiap hari. Dibanding aku harus hidup di sana dan menghadapi semua toxic yang ada.
Dan, meskipun suami sumber toxic, terkadang suami juga yang menjadi penawar dari toxic.
Bersamanya, Aku bisa Gondok setiap waktu, tapi sekarang, dialah yang menghidupi dan mendanai aku dan anakku. So, aku harap aku bisa lebih sabar lagi dalam menghadapinya.