Dalam beberapa kali mimpi.
Atau teka-teki alam semesta?
“iya atau tidak”
Aku tidak ingin memberikan kesan pertama sebagai orang aneh di matamu.
Andaikan dulu kamu punya ketertarikan sebesar aku tertarik padamu, mungkin kita akan memulai pertemuan kita dengan sebuah “surat cinta”atau “pernyataan cinta” dan sebagainya..
Tapi yang terjadi saat itu, hanya aku yang memiliki posisi
sebagai teman yang begitu mengagumimu.
Aku tersenyum dan bahagia dalam hati, setiap kali kau merespon kata-kata atau
tindakanku. Tapi tak ada yang lebih dari itu.
Kita terpisah seiring waktu.
--
Dalam ketidakpahaman dan hati yang kosong, aku melanjutkan hidupku. Hari demi
hari sampai 3tahun berlalu, dan aku masih sering memimpikanmu dalam tidurku.
“kau telah masuk dalam alam bawah sadarku, tanpa bisa kukendalikan” pikirku.
Aku berdoa, aku berusaha, tapi tak ada yang bisa mengubah itu. Di detik aku teringat padamu akan sesuatu, maka saat tidur di malam hari, aku akan langsung memimpikanmu.
---
Lalu, usiaku sudah 20tahun, saat kemudian aku bertemu takdir
yang lain.
seseorang yang menyodorkanku sebuah buku baru, dan mengajakku untuk mengisi
buku itu dengan sebuah cerita bersama.
Seperti keahlian dan hobiku di masa sekolah, akupun mulai mengarang sebuah cerita. Cerita romansa indah, namun jauh dari realita. Kebetulan aku dan sosok yang baru itu menulis cerita bersama, dalam pengaruh bayangan ilusi dibumbui angan-angan.
Biarpun begitu, aku cukup bahagia. Karena cerita fantasi itu akhirnya sukses menghilangkan sosok iqbal dari alam bawah sadarku.
Buku yang berisi kisah cinta karangan itu, akhirnya hampir tamat, dan akupun mulai keasyikan mengumpulkan buku-buku baru yang tak kalah menariknya untuk ditulis dan digambar dengan orang yang baru.
Memang akhirnya setiap buku, memiliki endingnya
masing-masing.
Tapi sejatinya, ini bukan tentang buku biasa.
Buku-buku itu aku simpan dalam diriku, sebagai bagian dari rahasia takdirku.
----
Lalu Iqbal,
Coretan di masa sekolah bahkan masih ada di dalam kertas yang kusimpan itu.
Adikmu datang, dan memberikanku 300ribu.
“ini uang pembayaran terakhir dari abang, Lunas” katanya
Lalu, kamu mengirimiku pesan
“tolong sampaikan sama mama, itu pembayaran terakhir dari abang, 350ribu”
pesanmu.
“Tapi ini kurang 50ribu” balasku.
“kurang ajar itu dimakan adek abang 50ribu”.. “Nanti abang ganti”
Ya.. itu obrolan yang kuingat via whatsaap.
Saat kutanya adikmu, “abangmu pergi kemana?”
dia hanya tersenyum kecut, seolah meledek dalam hati *masa, pacar abangku
sendiri tidak tau kemana perginya abangku*
Tap itulah kenyataannya, aku bahkan tidak tau kemana abangmu pergi saat itu.
Kepergiannya yang diam-diam dan sangat jauh ke Negri sebrang.
Aku tidak tau, dia sebodoh itu.
Kalau memang tidak ingin bersamaku lagi, kenapa tidak pernah memutuskan untuk
mengakiri hubungan ini.
Kau malah pergi begitu saja. Meninggalkanku dengan segudang
tanya.
Kebimbangan dan juga ketidakpastian mengiringiku sejak itu.
Aku masih mengingat setiap kebaikanmu, yang kuanggap terlalu
manis untuk dilupakan.
Tapi caramu pergi diam-diam, seolah menganggap aku bukanlah apa-apa dalam
hidupmu selama ini.
“Biarlah waktu yang menjadi pengobat segala rasa kecewa"