Featured Post

Sakit

December 12, 2021

Hatiku ingin Cerita 😢

 

Hai, apa kabar hatiku?
Kabarnya sedang sedih, terluka, kecewa dan nyaris putus asa.
Hatiku langsung tergores begitu aku membuka mata, melihat wajah sang suami dan mendengar kata-kata itu.
Suamiku bilang aku perempuan pemalas, pemboros dan bodoh.
Ya, well, setelah menikah kata-kata hinaan semacam itu adalah makananku sehari-hari. Jika diucapkan sambil tersenyum akupun melewatkan kata-kata itu dan menganggapnya sebagai Guyonan.
Tapi pagi ini, kata-kata itu diucapkan tanpa dipikirkannya, terdengar serius, dan akupun sakit hati.
Setelah menikah mungkin sudah ditakdirkan jalannya, Cobaannya untukku adalah yang jenis ini. 
Suamiku bisa marah, bisa minta ini itu, dan menghinaku sesukanya.
Sakit hati, Air mata yang keluar, semua itu sama sekali gak ada nilainya.
Jika perasaanku tak sesuai aku hanya bisa diam dan menyimpannya dalam diri ini sendirian. Jika tubuh dan pikiranku lelah, Obat dan Semangatku adalah putri kecilku. Ya, senyuman dan pelukan putriku adalah obat segala luka.
Aku ingin membalas sekecil apapun rasa sakit yang dibuat oleh suamiku. Tapi demi Tuhan, aku tidak bisa.
Aku punya etika dan tata krama yang kupegang sejak masa sekolah. Berbeda dengan suamiku yang tidak punya itu, karna kebodohannya yang tidak pernah menempuh bangku pendidikan.
Orang-orang yang datang dihidupku, silih berganti, setiap hari. Takkan ada yang tau, tentang apa yang kurasakan.
Aku tak punya seorangpun untuk mengungkapkan keluh kesah  dan berbagi cerita. Aku khawatir beban di dada yang kian menumpuk akan meledak secara dahsyat sewaktu-waktu.
Dan setelah aku memiliki anak, aku tak ingin emosi itu meledak lagi.
Aku hanya perlu mengingat kenangan ketika  emosiku pernah meledak, suamiku ketakutan dan meminta maaf atas kesalahannya, lalu mencium keningku.
Aku harus mendeskripsikan posisiku dengan tegas, tentang siapa dan harus apa aku sekarang.
Aku adalah istri, yang harus menjaga anakku dengan sebaik mungkin. Aku tidak mencintai siapapun secara berlebihan, dan satu cara agar aku tetap bisa menjaga kestabilan emosiku adalah dengan menulis dan mencurahkan isi hatiku di sini.
--
Jika suamiku marah, atau mengatakan sesuatu seenak jidatnya, maka aku cukup menganggap itu sebagai angin lalu. Karna  dibutuhkan jiwa yang besar untuk menghadapi seseorang yang tidak dididik dari kecil seperti dia. 
Jika aku malas-malasan dan suamiku mengungkitnya, maka aku tidak boleh marah jika dia juga malas-malasan, karna sekali lagi, dibutuhkan rasa maklum yang besar untuk menghadapi suami yang tidak berotak seperti dia.
Tak ada gunanya menangis, air mataku hanya terbuang percuma.
Aku susahpun tak ada yang bisa bantu, yang bisa kuandalakan hanya diri sendiri saja.
Satu-satunya cara hanya mendoakan agar suamiku dapat hidayah dan berubah, juga dilembutkan hatinya oleh Sang Maha Besar. Amin
--
Sering ku berfikir, kenapa aku harus menganggung susah untuk suatu kesalahan yang dilakukan oleh orang lain. Orang lain yang berhutang, kenapa harus aku yang kesulitan –kepala jadi kaki-kaki jadi kepala- untuk melunasi hutang orang lain.
Saat orang lain meminta tolong dibayarkan hutangnya, kenapa aku jadi orang yang bersalah karna tak bisa membantu.
Orang lain yang mengkonsumsi narkoba dan merusak masa depannya, kenapa harus aku yang menanggung dampak dari kebodohan itu.
Semua orang hanya ingin memaksakan kehendaknya. Tapi aku-bagaimana denganku- apakah aku hanya bisa menjadi pihak yang dipaksakan, karna sikap diamku ini.
Sialnya,  kenapa juga selama ini aku merasa bersalah untuk kesalahan  yang tidak kulakukan.
Tuhan,  Mentalku masih lemah. Di kondisi seperti ini aku pasti akan kalah menghadapi siapapun. Tempalah aku agar menjadi seseorang dengan mental dan jiwa yang lebih kuat.
Aku ingin Tegas, dan punya pendirianku sendiri.
Hanya karna aku yang terkecil, bukan berarti aku akan menciut setiap kali ditindas. Aku ingin berubah menjadi yang terkuat di kondisi paling mendesak sekalipun.
Bantu aku Tuhan, Aku percaya, karna Hanya Engkau yang bisa membantuku.