Dulu, aku tidak
berniat Mencintaimu, Semuanya Mengalir Begitu Saja
Entah mengapa aku
tak berdaya. Dan aku tak kuasa menyatakan perasaanku padamu.
Kini, bicara
denganmu hanya akan menghasilkan pertengkaran yang sia-sia.
Well, memang tidak
akan pernah terasa mudah berbicara pada manusia sekeras -kepala batumu- itu.
Aku hanya sudah terlanjur untuk melafaz cintamu sebagai "My Last
Lover"
Dan ketika menulis
catatan ini, aku telah memBlacklist dirimu dari hidupku. Rasa bahagia itu kini
hanya tinggal sisa-sisa. Dan rasa yang tertinggal dihati hanya rasa lama yang
belum sempat kuhapus.
Mungkin rasa ini
tidak akan berkembang dan berbunga lagi, tinggal menunggunya untuk layu
perlahan dan Mati.
Ibarat seorang
karyawan yang sudah ingin berhenti bekerja, namun karna sudah terlanjur terikat
kontrak, mau tidak mau karyawan itu bertahan bekerja di sana sampai kontrak itu
selesai.
Maka, seperti itulah
perasaanku sekarang. Perasaan yang sudah terlanjur berjanji dan tak bisa lepas
dari janji itu, sampai kontrak 'kedatangan keluargamu' tiba.
Ketika mereka Melamarku tahun ini. Maka itulah akhir kontrak yang akan kuputuskan untuk kedepannya.
Ketika mereka Melamarku tahun ini. Maka itulah akhir kontrak yang akan kuputuskan untuk kedepannya.
Tahun ini selesaikah
hubungan ini, Atau malah berlanjut ke pelaminan.
_-_ Kamu memang
tidak pernah memukul tubuhku dengan batang kayu atau besi. Tapi rasa sakit yang
telah kau torehkan di hatiku, jauh lebih membekas daripada sekedar memar dan
lebab kulit.
Dengan harapan yang sama, memar dan luka akan menghilang seiring waktu -dimanapun letaknya-.
Dengan harapan yang sama, memar dan luka akan menghilang seiring waktu -dimanapun letaknya-.
Kau telah
menyadarkanku betapa tidak berharganya diriku sebagai wanita. Betapa hina dan
cacatnya aku, karna sebuah kesalahan di masa lalu.
Sebuah kesalahan
satu kali, yang menghapus puluhan kebaikanku dulu.
--
Maaf, Bukan Niatku Semua jadi begini.